Thursday 27 October 2022

Faktor yang Mempengaruhi Pelajar Melakukan Tawuran Menurut Psikolog

tawuranindo |

Tawuran menjadi gejala sosial yang cukup serius karena pelakunya cenderung mengabaikan norma-norma yang ada





Tawuran antar pelajar selalu menjadi perbincangan setiap harinya. Masalah ini bukan perkara baru, dan bukanlah perkara yang remeh.


Dikatakan oleh Psikolog Henni Norita, M.Psi, fenomena tawuran menjadi gejala sosial yang cukup serius karena pelakunya cenderung mengabaikan norma-norma yang ada, melibatkan korban yang tidak bersalah, dan merusak benda-benda yang ada di sekitarnya, bahkan tidak jarang berakibat kehilangan nyawa.


"Tawuran itu bisa kita lihat tidak hanya mengakibatkan kerugian harta dan benda namun juga bisa jadi banyak korban yang cidera bahkan sampai merenggut nyawa. Mereka itu akan merasa bangga jika berhasil membunuh pelajar sekolah lain yang memang dianggap mereka sebagai musuhnya," ungkap Henni


Lebih lanjut, Henni mengatakan, sedikitnya ada empat faktor psikologis mengapa remaja bisa terlibat perkelahian antar pelajar, seperti :


1. Faktor internal


Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu beradaptasi pada situasi lingkungan. Situasi seperti ini biasanya menimbulkan tekanan tersendiri. Mereka kurang mampu untuk mengatasi masalah, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya.


"Mereka biasanya gampang putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara singkat untuk memecahkan masalah," ujar Henni.


2. Faktor keluarga dan pola asuh


Menurut Henni, lingkungan tempat tinggal si pelajar, dalam hal ini rumah, yang terus menerus memperlihatkan tindak kekerasan jelas akan sangat berdampak negatif.


"Ketika anak menjadi remaja, akan belajar melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya atau pola asuh permisif ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik," tutur psikolog berhijab itu.


3. Faktor sekolah


Sekolah bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya.


Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.


4. Faktor lingkungan


Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya, lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba).


"Semuanya bisa merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi. Belum lagi adanya rasa solidaritas (negatif) yang tinggi kepada para pelajar yang bisa mendorong mereka berbuat tawuran," pungkas Henni.



Tawuran Indo: Fenomena Kekerasan yang Mengkhawatirkan

tawuranindo  -  Tawuran merupakan salah satu bentuk kekerasan yang sering terjadi di Indonesia, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Fe...